Welcome to My Blog........

Kami akan membantu anda untuk menjadi orang sukses, trust it..!!!

Minggu, 18 Desember 2011

Hukum Bersumpah Dalam Prespektif Islam



PENDAHULUAN

              Manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari interaksi dengan manusia-manusia yang lain, hal ini tidak lepas dari pengertian dari sosial itu sendiri. Setiap manusia mempunyai kepentingan-kepentingan pribadi mau kepentingan yang lain. Dan manusia juga mempunyai kebebasan terhadap kepentingan tersebut, tetapi kita garis bawahi, kebebasan tersebut tidak lepas dari aturan-aturan atau undang-undang yang masih berlaku.
            Salanjutnya, manusia telah dihadapkan dengan masalah-masalah yang timbul dari dirinya sendiri ataupun dari orang lain. Dan setiap orang berhak dan wajib menyelesaikan masalah-masalah tersebut dengan baik. Contoh konkritnya,  orang  tertuduh mencuri. Setelah orang tersebut tertuduh, pasti orang tersebut akan mengelak atas tuduhan terhadap mereka jika orang tersebut merasa benar. Kebanyakan orang sekarang, jika terdapat suatu masalah yang menyangkut harga diri maupu tidak, maka sengaja maupun tidak sengaja akan mengatakannya dengan sumpah.

PEMBAHASAN 

و لا تجعلو ا الله عر ضة لآيما نكم أن تبر وا و تتقوا و تصلحوا بين النا س و الله سميع عليم (224) لا يؤ ا حذ كم با اللغو في أيما نكم  ولكن يؤا خدكم بما كسبت قلوبكم والله غفور حليم (225) للذين يؤلون من نسا ئهم تربص أربعة أشهر  فإن فا
ؤ فإ ن الله غفور رحيم (226) وإن عزموا الطلاق فإن الله سميع عليم(227)

Arinya: “Janganlah kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan, bertaqwa, dan mengadakan ishlah diantara manusia. Dan Allah Maha mendengar, lagi Maha mengetahui. Allah tidak menghukum kaum lantaran sumpahmu yang tidak dimaksud(untuk bersumpah), tetapi Allah menghukum kamu disebabkan (sumpahmu) yang disengaja (untuk bersumpah) dalam hati. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun. Kepada orang-orang yang meng-ila’ istrinya diberi tangguh empat bulan (lamanya). Kemudian jika mereka kembali (kepada istrinya), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun, lagi Maha Penyayang. Dan jika mereka ber’azam (bertetap hari untuk) talak, maka sesungguhnya Allah Maha Mendengar, lagi Maha Mengetahui”. (Q.S.al-Baqarah 2:224-227)

1). Pengertian sumpah.
            1.1). Pengertian Sumpah Menurut Loiguistiknya.
               Kata sumpah berasal dari bahasa Arab اْلقَسَمُ (al-qasamu) yang bermakna اْليَمِينُ (al-yamiin) yaitu menguatkan sesuatu dengan menyebutkan sesuatu yang diagungkan dengan menggunakan huruf-huruf (sebagai perangkat sumpah) seperti و , ب  dan huruf lainnya.
Berhubung sumpah itu banyak digunakan orang untuk menguatkan sesuatu, maka kata kerja sumpah dihilangkan sehingga yang dipakai hanya huruf ب-nya saja. Kemudian huruf ب  diganti dengan huruf و  seperti firman Allah dalam surat Al-Lail ayat 1 yang berbunyi:
Artinya:”Demi malam apabila menutupi (cahaya siang)”. (QS. Al-Lail: 1).
Kadang-kadang sumpah juga menggunakan huruf-huruf ت, seperti firman Allah dalam surat Al-Anbiya’ ayat 57:
   Artinya:”Demi Allah, Sesungguhnya Aku akan melakukan tipu daya terhadap berhala-berhalamu sesudah kamu pergi meninggalkannya”. (QS. Al-Anbiya’: 57).
 
Tapi, yang paling lazim digunakan atau dipakai dalam sumpah adalah huruf. Dan dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia”, sumpah diartikan sebagai:
1.      Pernyataan yang diucapkan secara resmi dengan saksi kepada Tuhan atau kepada sesuatu yang dianggap suci (untuk menguatkan kebenaran dan kesungguhannya dan sebagainya).
2.      Pernyataan yang disertai tekat melakukan sesuatu untuk menguatkan kebenaran atau berani menderita sesuatu kalau pernyataan itu tidak benar.
3.      Janji atau ikrar yang teguh ( akan menunaikan sesuatu).
Sedangkan menurut Louis Ma’luf, dalam konteks bangsa arab, sumpah yang diucapkan oleh orang Arab itu biasanya menggunakan nama Allah atau selain-Nya. Pada intinya sumpah itu menggunakan sesuatu yang diagungkan seperti nama Tuhan atau sesuatu yang disucikan. Akan tetapi, bangsa Arab pra-Islam yang dikenal sebagai masyarakat yang menyembah berhala (paganism). Mereka menyebutkan atau mengatakan sumpah dengan atas nama tuhannya dengan sebutan Allah, seperti dalam yang tersurat dalam al-Qur’an surat Al-Ankabuut ayat 61 yang berbunyi:
Artinya:”Dan Sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?” tentu mereka akan menjawab: “Allah”, Maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar)”. (QS. Al-Ankabuut: 61).
Dan selanjutnya, juga dalam surat Al-Ankabut ayat 63 dijelaskan bahwa:
   Artinya:”Dan Sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?” tentu mereka akan menjawab: “Allah”, Katakanlah: “Segala puji bagi Allah”, tetapi kebanyakan mereka tidak memahami(nya)”. (QS. Al-Ankabut: 63).
Dhamir (kata ganti) هم dalam surat Al-Ankabut ayat 63 tersebut, seperti dikutip Toshihiko Izuts         berarti “the pagan Arabs”. Izutsu berpendapat ada lima konsep Allah menurut bangsa Arab pra-Islam seperti yang disebut oleh al-Qur’an yaitu:
1.      Allah adalah pencipta dunia
2.  Allah adalah pencipta hujan, lebih umum lagi Dia-lah yang menciptakan kehidupan di permukaan bumi
3.      Allah satu-satunya yang berhak disebut dalam sumpah
4.      Allah adalah obyek monoteisme “sementara”.
5.      Allah adalah Tuhannya Kabah (Lord of Ka’bah).

1.2). Pengertian Sumpah Menurut Termologinya.
   Menurut pengertian syara’ sumpah berarti menahkikkan atau menguatkan sesuatu dengan menyebut nama Allah SWT, seperti: walLahi, bilLahi, talLahi. Secara etimologis arti sumpah yaitu:
1.      Pernyataan yang diucapkan secara resmi dengan bersaksi kepada Allah SWT untuk menguatkan kebenaran dan kesungguhan.
2.      Pernyataan yang disertai tekad melakukan sesuatu menguatkan kebenarannya atau berani menerima sesuatu bila yang dinyatakan tidak benar.
3.      Janji atau ikrar yang teguhakan menunaikan sesuatu.

Dalam bahasa Arab sumpah disebut dengan al-aimanu, al-halfu, al-qasamu. Al-aimanu jama’ dari kata al-yamiinu (tangan kanan) karena orang Arab di zaman Jahiliyah apabila bersumpah satu sama lain saling berpegangan tangan kanan. Kata al-yamiinu secara etimologis dikaitakan dengan tangan kanan yang bisa berarti al-quwwah (kekuatan), dan al-qasam (sumpah). Dengan demikian pengertian al-yuamiinu merupakan perpaduan dari tiga makna tersebut yang selanjutnya digunakan untuk bersumpah.
Dikaitkan dengan kekuatan (al-quwwah), karena orang yang ingin mengatakan atau menyatakan sesuatu dikukuhkan dengan sumpah sehingga pernyataannya lebih kuat sebagaimana tangan kanan lebih kuat dari tangan kiri. Lafal sumpah tersebut harus menggunakan huruf sumpah (al-qasam) yaitu: waw, ba dan ta. seperti; walLahi, bilLahi, talLahi.

2). Dasar-dasar Hukum Sumpah Dalam Al-qur’an.
            Setelah melihat ayat-ayat diatas, sudah jelas bahwa dasar-dasar hukum sumpah tersebut sudah kuat, dan tidak diragukan lagi. Namun lebih prespektif lagi untuk  melihat dasar-dasar hukum tersebut, kita lihat dari segi sababul nuzul, tafsir, dan hukum tasri’ ayat-ayat tersebut  terlebih dulu, dan diantaranya adalah :
            2.1). Sababul Nuzul
               Diriwayatkan, bahwa ayat-ayat ini turun berkenaan dengan seorang sahabat bernama Abdullah bin Rawahal, karena terjadi sesuatu perselisihan dengan salah satu seorang kerabatnya bernama Basyir bi Nu’man, Abdullah bin Rawahan bersumpah tidak akan masuk rumah Basyir, tidak akan bicara dengannya, dan tidak akan berdamai (ishlah) atas perselisihannya itu. Bahkan setiap kali dia dinasihati orang, ia selalu mengatakan: “aku sudah terlanjur bersumpah dengan nam Allah untuk tidak berbuat, karena ia tidak halal bagiku untuk berbuat baik (haram aku berbuat baik) lantaran sumpahku itu”.
Melihat kejadian tersebut, barulah Allah SWT menurunkan ayat-ayat tersebut.

2.2). Tafsir-tafsir Ayat-ayat.
2.2.1)   Banyak sumpah adalah dicela Allah dengan firman-Nya: “ dan jangan engkau  ta’at kepada orang yang banyak sumpah lagi hina”. (QS. Al-Qalam/68:10). Orang-orang Arab pada sesudah jahiliyah sendiri kalau memuji orang lain, justru dengan memperkecil sumpah, berbeda orang-orang Arab ketika masih di zaman jahiliyah(paganism) dulu.
Imam Fakhrurrazi berkata: hikmahnya diperintah untuk memperkecil (mempersedikit) sumpah itu, karena orang yang sering sumpah dengan nama Allah dalam hal-hal yang sedikit dan banyak, itu hanya akan merupakan lip service, sebentar-sebentar berlompatan “demi Allah” dari mulutnya sedangkan sumpah sendiri tidak berbekas dalam hati.
2.2.2)   Allah dijadikan sebagai illat (alasan) dalam larangan-Nya ini, dalam firman-Nya “untuk berbuat baik dan taqwa” itu, maksudnya ; yang dengan bersumpah itu kamu berkehendak untuk berbuat baik dan taqwa.
2.2.3)   Imam al-jashash berkata: kata”laghwun” (sia-sia) atau perkataan yang tidak ada gunanya (omong kosong) ini disebutkan Allah dalam al-Qur’an di beberapa tempat, yang mempunyai pengertian berbeda-beda, sesuai konteksnya. Misalnya:”Disurga engkau tidak akan mendengarkan kata-kata sia-sia”(QS.Ghasyiyah/88:11), maka yang dimaksud sia-sia disitu, ialah: kata-kata yang jelek dan keji.
2.2.4)     Diriwayatkan, bahwa ila’    di zaman jahiliyah itu tidak terbatas. Sa’id bin musayyab berkata: Ada  seorang pria yang sudah tidak berniat dengan istrinya, tetapi ia tidak senang kalu istrinya itu kawin dengan orang lain. Maka ia bersumpah untuk tidak mendekatinya tanpa batas hari, sedang perempuan itu dibiarkan tanpa suami, denagn tujuan untuk menyusahkan perempuan itu. Begitulah, kemudian Allah hendak menghilangkan kedzaliman itu denga  member batas waktu yaitu selama empat bulan, jika ia mau kembali(ruju’) maka Allah Maha pengampun, Lagi Maha penyayang. Jika ia menginginkan talak(pisah), maka Allah Maha Mendengar, lagi Maha Mengetahui.
2.3). Hukum-hukum tasyri’.
2.3.1. Yang dimaksud “sumpah sia-sia” dan kafaratnya.
               Firman Allah: “Allah tidak akan menghukummu lantaran sumpah yang tidak dimaksud” itu, menunjukkan bahwa sumpah yang tidak dimaksud (yakni sumpah yang sia-sia) itu tidak berdosa dan tidak berdosa dan tidak ada kaffaratnya. Namun para Ulama’ berbeda pendapat tentang member ta’rif (batasan) sumpah yang sia-sia itu, diantaranya adalah Imam syafi’I dan Ahmad Hambal berpendapat bahwa sumpah sia-sia adalah sumpah yang keluar dari lidah, tanpa bermaksud sumpah. Dan banyak perbedaan pendapat dari ulama’ tentang hal tersebut.

2.3.2. Tentang ila’, dan bagaimana hukumnya.
               Ila’ menurut bahasa ialah: sumpah. Sedangkan menurut istilah syara’ yaitu : Seorang suami bersumpah tidak akan mencampuri/menggauli istrinya lebih dari empat bulan. Ibnu Abbas berkata: Ila’ di zaman jahilliyah adlah setahun, dua tahun, bahkan lebih dai itu. Yang tujuannya untuk menyusahkan istri. Lalu Allah memberikan batasan waktu, maksimal empat bulan. Oleh karena itu kalau ada orang mengila’ istrinya kurang empat bulan, maka tidak termasuk ila’ hukmi. Dan banyak perbedaan pendapat tentang  hal tersebut, namun dai dari makalah tidak menyebutkan semuanya.

2.3.3. Sah Ila’ dasar atas kerelaan atau marah.
               Abu Hanifah, syafi’I dan Ahmad berkata:Ila’ itu dinilai sah (walaupun diucapkan) dalam keadaan rela atau marah.
               Berbeda dengan pendapat Imam Malik. Ila’ itu tidak sah, kecuali kalau diucapkan dalam keadaan marah dan karena hendak menyusahkan.
               Adapun alas an jumhur ulama’: bahwa ayat “bagi orang-orang yang mengila’ istri-istri mereka….” Itu meliputi: sumpah karena hendak menyusahkan istri, ataupun sumpah demi kemaslahatan anak. Semuanya termasuk kata ila’. Pendapat in dikuatkan oleh Ibnu Jarir-Thabari, beliau berkata: Yang betul ialah pendapat yang mengatakan setiap sumpah untuk tidak mencampuri istrinya lebih dari batas waktu yang telah ditetapkan Allah kepada orang yang Ila’, baik sumpahnya itu diucapkan dala rela ataupun marah, disebut Ila’.
2.3.4. Maksud pengertian lafadh “kembali” dalam ayat tersebut.
               Para Ulam’ fiqih berbeda pendapat. Sebagian berpendapat: Bahwa yang dimaksud “kembali” disitu, ialah: Bercampur (ithouz zaujh) atau   berkumpul dengan istri, bukan hal yang lain. Oleh karena itu, jika dalm kembali itu si suami tidak mencampurinya dan sudah lewat dari waktu (empat bulan), maka tertalaklah dia. Demikian pendapat Sa’id bin Jubair dan asy-Sya’bi.
               Yang lain berpendapat: “kembali” disitu, maksudnya: bercampur, bagi orang yang tidak ada udzur. Oleh karena itu jika si laki-laki itu sakit atau sedang musafir, atau dipenjara, maka cukuplah kembali dengan lisan atau (niat) dalm hati. Demikian itu adalah     pendapat Jumhurul Ulama’.

2.4). Macam-macam Sumpah
               Menurut Mazhab Hanafi sumpah itu ada tiga macam, yaitu :
1.           Al-yamin al-laghwu yaitu sumpah yang diucapkan tanpa ada niat untuk bersumpah. Pelanggaran atas sumpah ini tidak berdosa dan tidak wajib membayar kafarat.
2.           Al-yamin al-mu’akkidah yaitu sumpah yang diniatkan untuk bersumpah. Sumpah semacam ini wajib dilaksanakan. Jika dilanggar harus membayar kafarat.
3.           Al-yaminal-gamus yaitu sumpah palsu yang mengakibatkan hak-hak orang tak terlindungi atau sumpah fasik dankhianat. Sumpah semacam termasuk dosa besar.
Dalam Ensiklopedi Islam dijelaskan bahwa kafarat atas pelanggaran sumpah ada tiga macam yaitu:
1.         Memerdekakan budak.
2.         Memberi makan sepuluh orang miskin yang setiap orang mendapat satu mud atau 3/4 liter.
3.         Memberikan pakaian kepada sepuluh orang miskin, masing-masing satu lembar pakaian.
Sumpah diketegorikan sah apabila terpenuhi syarat-syaratnya yaitu: Menyebut asma Allah S WT atau salah satu sifatnya. Orang yang bersumpah sudah mukallaf. Tidak dalam keadaan terpaksa dan disengaja dengan niat untuk bersumpah. Terlepas dari segala pendapat di atas bahwa sumpah adalah suatu ucapan yang mengatas namakan Allah SWT yang apabila dipermainkan berarti telah mempermainkan agama. Oleh karena itu bila telah bersumpah, peliharalahdan tinggalkanlah sumpah itu.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar